Budaya perusahaan adalah kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma yang dimiliki oleh sebuah perusahaan. Apakah budaya perusahaan penting bagi seseorang dalam memilih tempat kerja ? Jawabannya tercermin dari sebuah hasil survey yang diadakan Korn Ferry Institute (2017), sebuah perusahaan konsultan SDM di Los Angeles. Budaya perusahaan menjadi alasan nomor satu bagi para karyawan—terutama karyawan milenial—ketika memilih bekerja di suatu perusahaan, yang diikuti dengan kemajuan karier dan gaji/imbalan. Survey lain yang diadakan oleh LinkedIn bahkan menemukan bahwa delapan dari sembilan milenial lebih memilih gaji yang lebih rendah, daripada harus bekerja di perusahaan dengan budaya yang tidak selaras dengan nilai-nilai mereka.
Nina McQueen, Vice President of Benefits and Experience LinkedIn (2018), menilai bahwa kecenderungan karyawan milenial untuk memilih budaya perusahaan dibandingkan gaji menunjukan dedikasi mereka untuk membawa nilai-nilai mereka di tempat kerja. “Pendapatan akan selalu menjadi aspek penting seseorang dalam memilih pekerjaan,” ucap McQueen, “tetapi, budaya perusahaanlah yang memotivasi dan menginspirasi karyawan dalam pekerjaan sehari-hari.”
Pentingnya budaya perusahaan bukan hanya dirasakan oleh karyawan, melainkan juga pihak perusahaan. Budaya perusahaan akan turut menentukan kepuasan kerja, komitmen kerja, dan seberapa lama seorang karyawan bertahan di sebuah perusahaan, yang pada ujungnya akan berdampak pada produktivitas perusahaan. Bahkan, budaya perusahaan juga dapat berdampak kepada berbagai aspek organisasi yang lebih luas, seperti inovasi dan kepemimpinan. Oleh sebab itu, penting bagi perusahaan untuk dapat mengetahui budaya perusahaan seperti apa yang mereka miliki dan menerapkannya di tempat kerja.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan di Harvard Business Review (2018), para peneliti Universtas Harvard menemukan bahwa terdapat delapan jenis budaya perusahaan yang hampir pasti ditemui di berbagai perusahaan, tanpa memandang jenis, ukuran, industri, maupun lokasi perusahaan tersebut. Kedelapan jenis budaya perusahaan tersebut adalah:
- Caring (Peduli)
Perusahaan yang memiliki budaya “peduli” berfokus pada hubungan dan rasa saling percaya satu sama lain. Lingkungan kerja umumnya bersifat hangat, kolaboratif, dan terbuka, yaitu ketika orang-orangnya akan saling membantu dan mendukung satu sama lain. Karyawan disatukan oleh loyalitas, sementara para pemimpin menekankan ketulusan, kerja sama, dan hubungan positif.
- Purpose (Tujuan)
Perusahaan yang memiliki budaya “tujuan” menekankan idealisme dan altruisme. Lingkungan kerja umumnya bersifat toleran dan welas asih, yaitu ketika orang-orangnya akan mencoba untuk melakukan tindakan mulia demi masa depan dunia. Karyawan disatukan oleh fokus pada pemeliharaan lingkungan dan komunitas global, sementara para pemimpin menekankan gagasan bersama dan kontribusi terhadap suatu tujuan mulia.
- Learning (Pembelajaran)
Perusahaan yang memiliki budaya “belajar” menekankan eksplorasi, penjajakan, dan kreativitas. Lingkungan kerja umumnya bersikap inovatif dan terbuka, sehingga orang-orangnya akan mencetuskan gagasan baru dan menjelajahi alternatif. Karyawan disatukan oleh rasa penasaran, sementara para pemimpin menekankan inovasi, pengetahuan, dan petualangan.
- Enjoyment (Kesenangan)
Perusahaan yang memiliki budaya “bersenang-senang” menekankan kegembiraan dan rasa semangat. Lingkungan kerja umumnya bersifat ceria yang berisikan orang-orang yang cenderung melakukan hal yang membuat mereka senang. Karyawan disatukan oleh permainan-permainan, sementara para pemimpin menekankan spontanitas dan rasa humor.
- Result (Hasil)
Perusahaan yang memiliki budaya “hasil” menekankan pencapaian dan kemenangan. Lingkungan kerja umumnya berorientasi pada hasil dan prestasi, yaitu ketika orang-orangnya ingin menunjukkan kinerja yang prima. Karyawan disatukan oleh suatu dorongan untuk sukses, sementara para pemimpin menekankan pencapaian sasaran.
- Authority (Otoriter)
Perusahaan yang memiliki budaya “otoriter” menekankan kekuatan, pengambilan keputusan, dan keberanian. Lingkungan kerja umumnya bersifat kompetitif, sehingga orang-orangnya akan berusaha untuk memperoleh keuntungan pribadi. Karyawan disatukan oleh kontrol yang kuat, sementara para pemimimpin menekankan kepercayaan diri dan dominasi.
- Safety (Keamanan)
Perusahaan yang memiliki budaya “aman” menekankan perencanaan, kehati-hatian, dan kesiapan. Lingkungan kerja umumnya bersifat mudah diprediksi, sehingga orang-orangnya akan selalu waspada dengan risiko dan memikirkan sesuatu secara berhati-hati. Karyawan disatukan oleh keinginan untuk merasa terlindungi dan akan berhati-hati terhadap perubahan, sementara pemimpin menekankan untuk bersikap realistis dan selalu membuat rencana.
- Order (Keteraturan)
Perusahaan yang memiliki budaya “teratur” menekankan rasa hormat, struktur, dan norma. Lingkungan kerja umumnya merupakan tempat yang memiliki metode dan prosedur, sehingga orang-orangnya akan cenderung bertindak sesuai aturan dan ingin dapat saling membaur. Karyawan disatukan oleh kerja sama, sementara pemimpin menekankan prosedur bersama dan kebiasaan turun-temurun.
Pada umumnya, sebuah perusahaan memiliki paling sedikit dua jenis budaya, dan beberapa kombinasi budaya akan lebih sering muncul dibandingkan dengan yang lain. Sebagai contoh, budaya “aman” dan “teratur” akan lebih sering muncul karena keduanya memiliki kemiripan dalam hal menekankan kerja sama, kepercayaan, dan rasa hormat. Sebaliknya, budaya “aman” dan “belajar” akan lebih jarang muncul, karena keduanya memiliki perbedaan yang cukup tajam.
Apabila perusahaan menjalankan dua budaya yang terlalu berbeda, maka karyawan tidak akan tahu apa yang diharapkan dari mereka (seperti apakah mereka harus bereksplorasi sesuai kreativitas atau berhati-hati sesuai batas), dan akan berujung pada ketidakpastian dalam bekerja.
Kayross Psikologi Utama sebagai konsultan psikologi dan sumber daya manusia yang terpercaya, akan senantiasa mempertimbangkan budaya perusahaan dalam memberikan jasa kepada klien. Kami akan memastikan bahwa layanan kami sesuai dengan kondisi dan kebutuhan perusahaan, sehingga nantinya dapat mendukung tujuan dan produktivitas perusahaan.
Pada sisi lain, perusahaan pun perlu memahami ciri budaya perusahannya. Hal ini akan membantu mengarahkan kebiasaaan dan perilaku karyawan seperti yang diharapkan muncul oleh perusahaan. Pemimpin juga dapat berperan untuk melakukan sosialisasi terhadap budaya-budaya ini, yang pada akhirnya, dapat memberikan dampak positif bagi perusahaan. Sukses untuk kita semua !
(By: Herjuno Tisnoaji, M. Psi., Psikolog)
Sumber:
- Groysbe, B.; Lee, J.; Price, J.; & Cheng, J.Y. (2018) The leader’s guide to corporate culture. Harvard Business Review: January-February 2018. Tautan: https://hbr.org/2018/01/the-culture-factor
- Habib, S.; Aslam, S; Yasmeen,S.; & Ibrahim, M. (2014). The impact of organizational culture on job satisfaction, employess commitment and turn over intention. Advances in Economics and Business, 2(6): 215-222, 2014. DOI: 10.13189/aeb.2014.020601
- Maurer, R. (2017). Candidates choose jobs because of company culture, Society of Human Resource Manaement (SHRM.org): 15 Februari 2017. Tautan: https://www.shrm.org/resourcesandtools/hr-topics/talent-acquisition/pages/candidates-choose-jobs-company-culture.aspx
- McQueen, N. (2018). Workplace culture trends: the key to hiring (and keeping) top talent in 2018. LinkedIn Blog, 26 Juni 2018. Tautan: https://blog.linkedin.com/2018/june/26/workplace-culture-trends-the-key-to-hiring-and-keeping-top-talent