Semakin lama, semakin banyak individu yang sangat memperhatikan dan mengkhawatirkan penampilan fisiknya. Individu menganggap bentuk anggota tubuhnya tidak ideal, merasa tubuhnya terlalu kecil, terlalu kurus, atau kurang berotot. Merasa cemas karena bentuk hidung terlalu pesek, adanya keriput, jerawat, atau luka yang membekas pada kulit. Rambut yang menipis, rontok, atau mengalami kebotakan. Permasalahan ukuran alat kelamin, misalnya karena ukuran penis terlalu kecil atau payudara terlalu besar.
Individu tersebut akan rela melakukan berbagai upaya, menghabiskan sejumlah uang dan waktu untuk melakukan perawatan atau kegiatan lainnya untuk mengubah dirinya menjadi terlihat menarik dan sempurna. Berbagai klinik kecantikan, klinik perawatan tubuh, fitness center dan berbagai tempat lainnya yang dianggap dapat membuat individu memperbaiki penampilannya, semakin lama semakin digandrungi. Akan tetapi, jika pikiran dan kekhawatiran tersebut muncul secara berlebihan dan mengganggu berbagai fungsi dirinya, mungkin individu itu mengalami Body Dysmorphic Disorder (BDD).
APA ITU BODY DYSMORPHIC DISORDER (BDD) ?
Body Dysmorphic Disorder (BDD) dapat diindikasikan dengan gejala ketidak-puasan tingkat tinggi terhadap tubuh, pemikiran negatif terhadap bagian-bagian tubuh tertentu atau bahkan penghindaran situasi sosial yang disebabkan perasaan-perasaan negatif mengenai tubuh.
BDD cenderung berkembang saat individu memasuki usia remaja sekitar 15-17 tahun. Namun, kondisi ini dapat juga terjadi pada orang dewasa yang mulai terlalu kuatir dengan penampilan penuaan mereka.
CIRI-CIRI BDD
Beberapa simptom yang membuat seseorang dapat dikategorikan mengalami BDD adalah sebagai berikut :
- Adanya pemikiran yang berlebihan terhadap kecacatan atau kerusakan dalam penampilan fisik, yang tidak terlihat atau terlihat sedikit oleh orang lain.
- Individu menampilkan perilaku yang berulang (repetitive behaviors) seperti bercermin, perawatan tubuh yang berlebihan, mencabuti rambut, mencari kepastian tentang penampilannya. Atau tindakan mental dalam menanggapi kekhawatiran terhadap penampilan, misalnya membandingkan penampilan dirinya dengan orang lain.
- Kekuatiran yang berlebihan menyebabkan tekanan negatif yang signifikan dan berakibat penurunan aktivitas dalam aspek sosial, pekerjaan atau bidang lainnya.
APA PENYEBAB BDD ?
Sampai saat ini, belum ada penelitian yang memastikan penyebab BDD dengan jelas. Beberapa faktor kunci berperan dalam munculnya kondisi BDD. Pertama, faktor biologis, seperti perubahan kelainan neuroanatomi, ketidaksesuaian proses visual, perubahan neurotransmitter, dan genetik. Faktor psikologis, seperti masalah atau pengalaman buruk pada masa kanak-kanak, sifat individu secara pribadi, dan berbagai teori belajar juga berkontribusi. Terakhir ada juga peranan dari gender, culture, dan media masa sebagai faktor yang penting.
Individu dengan BDD memiliki pemikiran yang salah, sehingga terlalu menekankan pentingnya daya tarik yang dirasakan. Dengan logika ini, penekanan yang tidak proporsional terhadap daya tarik fisik membawa mereka untuk melihat diri mereka negatif, sehingga mereka mengalami rendah diri, kecemasan, malu, dan kesedihan.
BAGAIMANA PENANGANAN BDD ?
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membantu dan menangani individu-individu yang mengalami BDD, antara lain:
1. Datang kepada Psikolog
Psikolog dapat memberikan Cognitive-Behavioral Therapy (CBT) atau Exposure & Response Prevention (ERP) atau psikoterapi lainnya. Terapi CBT bertujuan menanamkan pola pikir positif dan membuat penderita BDD merasa lebih percaya diri dengan dirinya. Sedangkan terapi ERP bertujuan membimbing dan melatih individu untuk membangun strategi dan jalan keluar dalam mengatasi pikiran-pikiran negatif yang mengganggu konsentrasi.
2. Datang kepada Psikiater
Jika kondisi BDD cukup berat, individu membutuhkan bantuan obat dari Psikiater atau disebut Farmakoterapi. Tujuan farmakoterapi adalah untuk mengurangi gejala dan mencegah komplikasi ke aspek lainnya. Penggunaan obat anti-depresan dapat digunakan untuk menangani depresi yang biasa dialami oleh penderita BDD, sehingga perilakunya dapat lebih terkendali. Akan tetapi, obat-obatan ini memiliki efek samping apabila terus menerus dikonsumsi dalam jangka waktu lama.
3. Dukungan keluarga.
Ini bisa jadi merupakan ‘senjata’ paling ampuh dalam menangani kepercayaan diri penderita BDD. Akan sangat baik jika keluarga menerima dan membantu mereka dalam mengungkapkan perasaan-perasaan stress, depresi, frustrasi dan hal negatif lainnya.
Untuk mendapatkan diagnosa yang tepat tentang gangguan ini, sebaiknya individu yang bersangkutan bertemu tenaga ahli profesional, seperti psikolog klinis atau psikiater.
(By: Ivon Hartato, M. Psi.)
Referensi:
Gray SW & Zide MR. (2015). Empowerment Series Psychopathology: A Competency-based Assessment model for social workers. USA: Cengage Learning.
Nurlita, D. & Lisiswanti, R. (2016). Body Dysmorphic Disorder. Jurnal Majority Vol. 5 No. 5 hal. 80-85, Universitas Lampung.
Septiawan, W & Putra, A. (2017). Body Dysmorphic Disorder. Dalam http://scdc.binus.ac.id/himpsiko/2017/05/body-dysmorphic-disorder/. Diunduh pada 16 Juli 2019.
Vashi, NA. (2010). Beauty and Body Dysmorphic Disorder: A Clinician’s Guide. New York: Springer.