Situasi pandemi setahun belakangan ini disinyalir memiliki dampak terhadap aspek psikologis atau kesehatan mental manusia. Situasi keterbatasan untuk bersosialisasi, kehilangan orang yang dikasihi, situasi yang penuh ketidakpastian dan hal-hal lain menjadi sumber stres yang sering dihadapi saat-saat ini. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan Kristiana Siste (peneliti dari FKUI), terdapat angka depresi yang cukup tinggi pada usia dewasa muda selama pandemi Covid-19, yaitu sebesar 14% yang sebelumnya hanya berkisar 3%. Secara psikologis, individu usia dewasa muda mengalami depresi dan demotivasi karena pandemi Covid-19.
Penelitian lain yang disampaikan dalam jurnal Clinical Health Psychology (Notivol et al., 2021), melaporkan adanya keterkaitan beberapa variabel terhadap tingkat depresi di populasi masayarakat, seperti misalnya kondisi sebagai suspek Covid-19, pernah kontak dengan mereka yang terinfeksi Covid-19, tingkat kematian warga di lingkungan sekitar tempat tinggal, buruknya status kesehatan pribadi, dan adanya riwayat penyakit kronis yang dimiliki.
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), depresi adalah gangguan mental yang jumlah penderitanya cukup besar di dunia, dengan 264 juta jiwa yang mengalaminya (WHO, 2020). Depresi tidak sama dengan turun naiknya mood, atau respon emosi yang beragam saat kita sedang mengalami sebuah situasi penuh stres, yang biasa kita alami sehari-hari. Gangguan depresi bisa membuat penderitanya terganggu dalam aktivitas keseharian, seperti saat bekerja, bersekolah maupun hubungan di dalam keluarga. Sedikitnya 800.000 orang meninggal dunia dengan melakukan bunuh diri yang diakibatkan depresi (bunuh diri termasuk penyebab kematian nomor 2 bagi remaja dewasa berusia 15-29 tahun) (WHO, 2020).

DEFINISI DAN GEJALA DEPRESI
Depresi adalah adanya suatu perasaan sedih, kurang bersemangat, merasa buruk, adanya perasaan bersalah, dan berkurangnya energi, bahkan bisa berpengaruh terhadap pola tidur dan makan seseorang. Namun, ada kriteria tertentu yang perlu diperhatikan sebelum seseorang disebut mengalami gangguan depresi.
Menurut Diagnostic and Statistical Manual V (DSM V), depresi (dikenal dengan Major Depressive Disorder/MDD), memiliki beberapa gejala, antara lain:
1. Adanya mood yang rendah yang terjadi sepanjang hari, hampir setiap hari, lebih dari 2 minggu (misalnya: sedih berkepanjangan, merasa kosong, tidak punya pengharapan).
2. Kehilangan ketertarikan untuk melakukan hal yang menyenangkan diri.
3. Mengalami perubahan berat badan, naik atau turun secara signifikan (misalnya >5% dari berat tubuh dalam sebulan), kehilangan nafsu makan hampir setiap hari.
4. Insomnia atau hipersomnia (tidur berlebih), hampir setiap hari.
5. Masalah dalam psikomotor, hampir setiap hari.
6. Kelelahan atau kehilangan energi, hampir setiap hari.
7. Perasaan tidak berharga, atau rasa bersalah yang tidak tepat, hampir setiap hari.
8. Berkurangnya konsentrasi, hampir setiap hari.
9. Adanya pemikiran untuk bunuh diri atau kematian, atau percobaan untuk bunuh diri.
Gejala tersebut harus sedikitnya terjadi selama 2 minggu. Depresi bisa terjadi kapan saja, namun secara umum, depresi bisa dialami pertama kali saat masa remaja akhir hingga pertengahan usia 20-an. Wanita juga diyakini lebih rentan mengalami depresi dibanding laki-laki (Torres, Oct 2020).
Saat kita mengalami situasi tidak menyenangkan dalam kehidupan, adalah hal yang wajar saat seseorang meresponinya dengan perasaan sedih, kecewa dan sebagainya. Contohnya saat kehilangan anggota keluarga di tengah pandemi covid-19, yang banyak kita jumpai pada saat ini. Namun, kesedihan karena kehilangan seseorang belum tentu sama dengan gangguan depresi. Rasa bersedih atau berduka adalah sesuatu yang alami dan berangsur-angsur pulih seiring waktu.
FAKTOR RESIKO UNTUK DEPRESI
Depresi dapat dialami siapa saja, kita dapat melihatnya peningkatan kasus depresi selama pandemi covid-19 ini berlangsung. Namun demikian, ada beberapa faktor resiko yang dapat memperkuat munculnya depresi pada diri seseorang, antara lain:
- Faktor biokimia pada otak manusia yang dapat berkontribusi terhadap adanya gejala depresi.
- Riwayat keturunan (genetik); bila ada riwayat depresi di dalam keluarga biasanya akan meningkatkan probabilitas (20-30%) orang tersebut mengalami depresi. Namun demikian, hal ini tidak berarti bahwa ada gen depresi.
- Faktor kepribadian; biasanya orang-orang dengan self esteem yang rendah, mudah terpengaruh stres dan pesimistik, sehingga lebih mudah mengalami depresi.
- Faktor lingkungan; individu yang mengalami kekerasan secara terus-menerus, pengabaian (neglect), bahkan kemiskinan dapat membuat orang lebih rentan mengalami depresi; nutrisi rendah, medikasi tertentu maupun penggunaan obat-obatan terlarang.
- Kondisi stres kronis yang tidak diatasi sehingga dapat berakibat pada kerusakan otak (dalam Yu, 2019).
- Individu dengan kondisi trauma tertentu.

Gejala depresi sendiri memiliki kategori ringan, sedang maupun berat. Cara penanganannya pun bisa berbeda, menyesuaikan dengan kebutuhan individu tersebut. Perlu diingat bahwa 80-90% orang yang mengalami depresi mengalami perbaikan dalam kondisi mereka setelah mendapatkan perawatan, yang artinya gangguan depresi bisa disembuhkan (treatable).
Saat ini semakin banyak psikoterapi dan cara-cara yang dapat digunakan untuk membantu seseorang mengatasi depresi. Beberapa yang dapat dicoba adalah melakukan konseling dengan Psikolog atau Konselor, melakukan berbagai cara secara pribadi (self-help), meditasi, aktivitas fisik yang rutin, tidur yang teratur, diet dan menghindari alkohol dipercaya dapat membantu mengurangi gejala-gejala depresi Anda.
Silakan menghubungi Kayross Psikologi Utama sesegera mungkin apabila Anda merasakan gejala depresi. Selalu ada cara untuk mengatasi masalah kita, mari berpikirlah positif agar mental kita senantiasa sehat.
Salam sehat mental !
(by: Ellia Feeber, M.Psi., Psikolog)
Sumber:
Juan Bueno-Notivol, Patricia Gracia-García, Beatriz Olaya, Isabel Lasheras, Raúl López-Antón, Javier Santabárbara. (2021, January). Prevalence of depression during the COVID-19 outbreak: A meta-analysis of community-based studies. https://www.elsevier.es/en-revista-international-journal-clinical-health-psychology-355-articulo-prevalence-depression-during-covid-19-outbreak-S1697260020300545
World Health Organization. (2020, January). Depression. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/depression
Torres, Felix. (2020, October). What is Depression. https://www.psychiatry.org/patients-families/depression/what-is-depression https://medicalxpress.com/news/2019-08-scientists-chronic-stress-brain.html