Tak bisa dipungkiri di era yang serba digital, maka gadget (handphone) adalah benda yang tidak bisa terpisahkan dari hidup kita sehari-hari. Orangtua sibuk menggunakan gadget sebagai media komunikasi, urusan pekerjaan, hingga mencari hiburan. Anak yang memperhatikan orangtuanya, tentu menjadi tertarik dan ingin menggunakannya juga. Tak sedikit pula para orangtua yang mengganggap gadget adalah alat penolong, yang dapat meredakan tangisan dan amarah anak.
Lalu sejauh mana gadget boleh dipergunakan untuk anak?
Hal penting yang perlu diingat orangtua adalah gadget tak hanya digunakan untuk berkomunikasi atau memberikan pembelajaran mengenai huruf atau gambar, tetapi terdapat aplikasi hiburan seperti media sosial, dan video. Pada kenyataannya, anak-anak lebih sering menggunakan gadgetnya untuk bermain game atau menonton video kesukaannya, dibandingkan untuk belajar.
Menurut American Association of Pediatrics (AAP) merekomendasikan 1-2 jam “screen time atau waktu menatap layar” untuk anak usia 2-8 tahun setiap harinya, dan 0 jam untuk anak di bawah 2 tahun.
Ingat, untuk anak di bawah 2 tahun adalah 0 jam untuk keseluruhan total screen time (televisi, komputer, handphone, bioskop, dsb).
Mengapa begitu? Karena anak di bawah 2 tahun perkembangan kognitifnya berada pada tahapan sensorimotor. Artinya anak butuh input sensori untuk belajar, atau benda nyata untuk dipegang, diamati, dan dieksplorasi. Bukan malah hanya bermain gadget yang dapat memberikan stimulasi berlebih pada indra visual, karena terekspos warna mencolok dan gerak perpindahan antar tayangan yang terlalu cepat. Gadget juga tidak mengasah kekuatan otot (proprioseptif) atau keseimbangan (vestibular) yang saat itu sedang sangat dibutuhkan anak untuk mobilitas dan membuat perencanaan dalam bertindak.
Selain itu, kecepatan neuron (syaraf-syaraf otak) yang berhubungan dengan rentang konsentrasi anak di bawah usia 2 tahun juga masih perlahan dan terbatas. Ia belum selesai mencerna suatu adegan, namun tayangan sudah beralih ke adegan selanjutnya. Terpapar hal seperti itu terus menerus, akan membuat anak mudah bosan, karena konsentrasi menurun dan mudah teralih. Hati-hati dengan fenomena “popcorn brain”, yaitu kondisi otak yang cenderung mencari hal yang lebih cepat dan lebih menarik lagi dan lagi. Sehingga nanti saat usia sekolah, ketika diajak membaca buku, ia cenderung bosan karena tulisan yang ada di buku tidak bergerak dan tidak menarik.
Sedangkan anak di atas 2 tahun yang terlalu lama waktu screen time nya, akan cenderung lemah dalam pengendalian diri. Penggunaan gadget sangat mudah, hanya dengan klik atau sentuh layar maka tayangan yang diinginkan, animasi yang menakjubkan, warna berkilauan, dan suara menarik akan muncul dalam waktu singkat. Efek jangka panjang bagi anak saat mereka menghadapi masalah, mereka akan cenderung memilih jalan yang mudah/cepat. Anak menjadi kurang sabar dan cenderung impulsif.
Beberapa cara dapat dilakukan orangtua untuk memantau atau membatasi kegiatan anak dengan gadget. Orangtua dapat mengaktifkan mode restricted pada aplikasi media sosial yang digunakan. Orangtua juga tetap perlu selalu memperhatikan, mengawasi isi tayangan yang sedang dilihat anak.
(by: S. R. Wahyuningtyas, M. Psi., Psikolog)